Taliwang – Gerakan Muda Sumbawa Barat (Geram KSB) memberikan kritikan tajam terhadap Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat berkaitan dengan kesiapannya menghadapi rencana pembangunan pabrik pemurnian logam (Smelter) di Kecamatan Maluk – Sumbawa Barat.
Pemerintah dinilai tidak produktif dan terkesan lamban dalam menangkap dinamika yang berkembang dari kebutuhan daerah saat ini berkaitan dengan adanya komitmen PT. AMIN untuk membangun smelter beserta industri turunannya baik itu dari sisi regulasi maupun kesiapan sumber daya manusia untuk memasuki dunia kerja.
Ketua Gerakan Muda Sumbawa Barat Firman Jawas menyebutkan pertemuan Forkopimda dan AMIN beserta EPCC pada senin (27/06/22) yang lalu terkesan seperti rapat keluarga dan hanya menghasilkan himbauan.
“Pemerintah sudah semestinya bekerja dengan mekanisme formil yang semua kegiatannya harus diikat dengan legalitas formal yang tertuang secara tekstual dan kemudian bisa dijadikan sebagai acuan sebagaimana fungsi hukum sebagai social engineering, social control dan public policy bukan sekedar hanya menghasilkan berita acara atau notulensi rapat,” tegasnya.
Lanjut Firman menyebutkan, yang pertama kebutuhan akan regulasi menjadi penting saat ini mengingat masih adanya kekosongan hukum ataupun sudah ada aturannya tapi belum memadai maka membutuhkan semacam revisi dan evaluasi ataupun karena adanya kebutuhan yang mendesak mengingat mepetnya jarak waktu pembangunan smelter dan fasilitas pendukung lain.
Misalkan menurutnya, salah satu dari tujuh poin yang ditekankan Bupati Sumbawa Barat kepada sub kontraktor yang di usulkan berkantor di luar site itu tidak bisa diikat sekedar dengan himbaun melainkan perlu adanya peraturan daerah atau peraturan bupati yang bersifat hukum mengikat sehingga pemerintah maupun masyarakat memiliki kepastian hukum dalam mengambil keputusan dan memperluas serapan kerja.
Belum lagi soal logistik yang berkaitan dengan kebutuhan perusahaan seperti pengadaan, perawatan, distribusi, konsumsi, penyediaan perlengkapan dan ketenagaan juga ditekankan Firman, harus mengacu kepada kebijakan pemerintah yang memiliki kepentingan untuk menyiapkan semua instrumen agar semua orang terutama masyarakat lokal bisa ikut berbisnis dan mengambil kesempatan dari semua peluang yang ada dan jangan sampai justru pemerintah mengambil alih peluang usaha secara sembunyi-sembunyi.
“ Termasuk juga soal komitmen rekrutmen terhadap tenaga kerja lokal hingga mencapai 60% itu apa jaminannya, Peraturan Bupati nomor 9 tahun 2010 juga belum memadai untuk dijadikan acuan hukum, makanya Geram mengusulkan untuk segera di revisi dan dilakukannya peninjauan kembali terhadap aturan yang sudah ada dan apabila pemerintah daerah tidak gengsi, silakan saja menggunakan lima poin rekomendasi yang dihasilkan dari RDPU ke-8 bersama DPRD, PT. AMNT, Disnakertrans beserta GERAM untuk ditindak lanjuti dan dijadikan Perbup,” ujarnya.
“Skema rekrutmen yang ditawarkan Disnakertrans berbasis aplikasi juga hanya berfokus kepada efektifitas dan efisiensi sistem rekrutmen tetapi tidak bisa dijadikan jaminan adanya proses rekrutmen yang transparan dan akuntable dimama pengelolanya tim terpadu yang kredibilitas dan integritasnya dipertanyakan orang, serta spesifikasi dari kebutuhan kerjanya juga tidak jelas dari 1200 orang yang direncanakan untuk direkrut itu mau kerja apa, jangan-jangan buruh kasar semua,”Sambung Firman.
Geram dikatakan Firman lagi, meminta agar dokumen rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) bisa dibuka kepada publik agar tidak terjadinya kecemburuan sosial sekaligus antisipasi pemerintah terhadap sesuatu yang tidak diinginkan terjadi dari adanya dominasi tenaga kerja China yang tidak kalah penting menjadi perhatian kita bersama demi terciptanya iklim investasi yang sehat dan kondusif.
“ Poin kedua yang tidak kalah penting yang kami kritisi yaitu soal komitmen pemerintah daerah terhadap pembekalan skil dan sertifikasi terhadap calon tenaga kerja lokal yang tidak kunjung dilakukan, padahal pembekalan skil dan sertifikasi ini menjadi langkah penting mengingat adanya persaingan yang semakin ketat dan fenomena demokrafi bonus serta ancaman tingkat pengangguran yang semakin bertambah,” tutupnya.
Untuk diketahui rencana pembangunan pabrik pemurnian logam (smelter) dan fasilitas pendukung lainya ditargetkan selesai dalam jangka waktu 2,5 tahun kedepan namun tidak menutup kemungkinan untuk dilakukannya percepatan mengingat izin pengiriman konsetrat yang dikantongi oleh PT. AMNT hingga tahun 2023.(T1)