Sumbawa Barat – Perusahaan tambang mineral bukan logam dan batuan atau yang lebih dikenal dengan galian C selama ini, yang ada di Sumbawa Barat ditekankan agar mematuhi perizinan dan kewajiban bayar pajak.
Penegasan dua poin penting dalam usaha pertambangan ini disampaikan dengan tegas dan gamblang oleh Kepala Bidang (Kabid) Minerba Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Nusa Tengga Barat, Trisman, S.T ., MP dalam sosialisasi tekhnis perizinan dan kewajiban pembayaran pajak mineral bukan logam dan batuan untuk proyek strategis Nasional dan mitra Pemerintah, di Aula Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumbawa Barat, Rabu 27 Juli 2022.
“ Masalah perizinan saat ini sudah masuk wilayah kerja KPK, jadi penting kami tekankan perusahaan yang ada khususnya mitra pemerintah maupun proyek strategis nasional agar patuh soal ini, sehingga tidak ada masalah dalam berusaha,” ujar Trisman.
Mantan Ketua KNPI Sumbawa Barat tersebut dihadapan puluhan pelaku usaha pertambangan yang ada di Sumbawa Barat kemudian menegaskan, masalah perizinan saat ini secara garis besar menggambarkan mulai dari April 2022 hingga Agustus 2022, perizinan masih bersifat transisi dari pusat ke daerah sehingga belum dapat menerbitkan izin apapun, melainkan menyiapkan kesiapan OPD serta Sarana prasarana pendukung lainnya untuk pelayanan perizinan berusaha pertambangan.
“ Jadi setelah empat bulan dari April berdasarkan Perpres nomor 55 tahun 2022, bulan Agustus baru bisa mulai pengurusan Izin,”terang Trisman.
Pihak ESDM dijelaskan Trisman, siap secara terbuka membantu pengusaha pertambangan dalam konsultasi guna mamatuhi persoalan Perizinan, namun untuk soal perizinan menurutnya tetap melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas ESDM dikatakannya mengatur soal tekhnis perizinan dan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP).
Adapun pidana pertambangan menurut UU nomor 4 Tahun 2009 jo nomor 3 Tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batubara ditegaskan Trisman apabila tindak pidana melakukan pertambangan tanpa izin yakni penjara 5 Tahun dan denda Rp. 100 Milyar, kemudian jika melakukan operasi produksi ditahapan eksplorasi terancam penjara 5 Tahun denda Rp, 100 Milyar, lalu jika tindak pidana memindahtangankan perizinan kepada orang lain terancam penjara 2 Tahun dengan denda Rp. 2 Milyar.
Menyinggung soal aktivitas pertambangan yang ada saat ini sebelum bulan Agustus 2022 saat proses Perizinan mulai dibuka,Trisman menegaskan tidak ada lagi istilah SKDP (Surat Keterangan Dalam Proses).
“ SKDP ini nanti malah disalah gunakan, ini bukan maksud kami tega atau gimana tapi ini karena kita harus taat azas taat aturan karena kalau tidak demikian pengusaha itu sendiri yang akan rugi jika ada masalah,”tegasnya.
Terakhir soal pajak, Trisman menjelaskan saat ini namanya pajak mineral bukan logam batuan dimana dulu namanya pajak galian C, menurut UU 28 pembagiannya 100 persen penagih dan pemungutnya oleh Kabupaten dan masih sampai saat ini berlaku, namun setelah UU 1 Tahun 2022 nanti soal pajak ini aka nada bagi hasil antara Kabupaten dan Provinsi yang masih digodok melalui Perda Provinsi NTB, dimana 25 Persen ke Provinsi dan 75 persen ke Kabupaten.(T1)